ZIGI – Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal memberlakukan biaya materai sebesar Rp10.000 bagi dokumen transaksi online diatas Rp5 juta.
Diungkapkan bahwa pajak atas dokumen adalah salah satunya objek bea materai, baik dalam surat berjanjian tulisan tangan, cetak, ataupun elektronik. Wacana pemberlakuan kebijakan ini menuai kritik dari kalangan pengusaha di platform e-commerce. Lalu seperti apa ketentuan selengkapnya? Berikut penjelasannya.
Baca Juga: Menteri Keuangan Kejar Pajak Crazy Rich yang Pamer di Media Sosial
DJP akan Berlakukan Biaya Materai

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor, mengatakan bahwa peraturan ini termuat dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai. Pihak DJP menyebut telah melakukan analisis terkait keuntungan dan resiko dari penerapan kebijakan bea materai di platform ini.
Pihak pemerintah masih melakukan pembicaraan dengan pihak asosiasi e-commerce Indonesia mengenai pemberlakuan aturan bea materai. Pembahasan masih terus dilakukan untuk menentukan syarat yang akan diberlakukan dalam program pengenaan biaya bea materai ini.
Kebijakan ini diterapkan untuk membuat kesetaraan bisnis antara pengusaha konvensional dan online. Hal tersebut diharap mampu membuat iklim usaha menjadi lebih adil.
Di lain sisi, peraturan dibuat dengan tujuan untuk melindungi hak dan kewajiban pengguna platform digital dalam berusaha, namun tidak semua syarat dan ketentuan telah tertera dalam peraturan ini, yang mana harus memenuhi persyaratan sebagai perjanjian atau persetujuan seperti yang termuat di dalam UU KUH Perdata.
Menghambat Pertumbuhan Ekonomi Digital

- Editor: Raynard Kristian Bonanio